Mengucapkan salam....

Haramnya Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir

January 16th 2010 by Abu Muawiah | Kirim via Email
01 Shafar
Haramnya Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir
Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Janganlah kalian yang memulai mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang di antara mereka di jalan, maka desaklah dia ke jalan yang paling sempit.” (HR. Muslim no. 2167)
Dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu- dia berkata: Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ
“Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah, “Wa ‘alaikum (dan juga atasmu).” (HR. Al-Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dari Usamah bin Zaid -radhiallahu ‘anhu- dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكِبَ حِمَارًا عَلَيْهِ إِكَافٌ تَحْتَهُ قَطِيفَةٌ فَدَكِيَّةٌ, وَأَرْدَفَ وَرَاءَهُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ -وَهُوَ يَعُودُ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ- وَذَلِكَ قَبْلَ وَقْعَةِ بَدْرٍ. حَتَّى مَرَّ فِي مَجْلِسٍ فِيهِ أَخْلَاطٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُشْرِكِينَ عَبَدَةِ الْأَوْثَانِ وَالْيَهُودِ, وَفِيهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولَ وَفِي الْمَجْلِسِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ. فَلَمَّا غَشِيَتْ الْمَجْلِسَ عَجَاجَةُ الدَّابَّةِ, خَمَّرَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ أَنْفَهُ بِرِدَائِهِ ثُمَّ قَالَ: لَا تُغَبِّرُوا عَلَيْنَا. فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَقَفَ فَنَزَلَ فَدَعَاهُمْ إِلَى اللَّهِ وَقَرَأَ عَلَيْهِمْ الْقُرْآنَ
“Bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengendarai keledai yang di atasnya ada pelana bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang beliau ketika hendak menjenguk Sa’ad bin ‘Ubadah di Bani Al Harits Al Khazraj, dan peristiwa ini terjadi sebelum perang Badar. Beliau kemudian berjalan melewati suatu majelis yang di dalam majelis tersebut bercampur antara kaum muslimin, orang-orang musyrik, para penyembah patung, dan orang-orang Yahudi. Dan di dalam majelis tersebut terdapat pula Abdullah bin Ubay bin Salul dan Abdullah bin Rawahah. Saat majlis itu dipenuhi kepulan debu hewan kendaraan, ‘Abdullah bin Ubay menutupi hidungnya dengan selendang sambil berkata, “Jangan mengepuli kami dengan debu.” Kemudian Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengucapkan salam pada mereka lalu berhenti dan turun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak mereka menuju Allah sambil membacakan Al-Qur’an kepada mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 6254 dan Muslim no. 1798)
Penjelasan ringkas:
Ucapan salam merupakan ucapan penghormatan dan doa kepada kaum muslimin, karenanya kaum muslimin dilarang untuk mengucapkan salam kepada orang kafir, karena mereka dilarang untuk menghormati dan mendoakan orang kafir. Hanya saja sebagai bentuk keadilan yang diperintahkan oleh Allah, kapan mereka mengucapkan salam kepada kita maka kitapun menjawabnya, tapi dengan lafazh, “Wa ‘alaikum,” yakni: Untuk kamu juga yang semisal dengannya. Hanya saja hadits Usamah di atas menunjukkan bolehnya mengucapkan salam kepada sekelompok orang yang di antara mereka ada orang-orang muslim dan ada juga orang-orang kafir.
Pelajaran tambahan dari dalil-dalil di atas:
1.    Disyariatkan mendesak orang-orang kafir ke pinggir jalan jika kita bertemu dengan mereka. Tentunya pengamalannya di zaman ini disesuaikan dengan pertimbangan maslahat dan mafsadat.
2.    Bolehnya berboncengan di atas satu kendaraan, selama tidak memberatkan kendaraan/tunggangannya.
3.    Tidak najisnya keledai jinak, walaupun dia haram untuk dimakan. Karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- menaiki keledai dan keledai termasuk hewan yang sering ada di tengah-tengah manusia dan mereka sulit untuk menjauh darinya. Dan kaidahnya: Semua hewan yang hidup di tengah-tengah manusia dan mereka sulit untuk menghindar darinya adalah suci. Ini terambil dari hadits Abu Qatadah riwayat Imam Empat ketika Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda tentang kucing:
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَوْ الطَّوَّافَاتِ
“Kucing tidaklah najis. Dia hanyalah merupakan hewan yang biasa berkeliaran di sekelilingmu.”
Jadi beliau menyebutkan sebab tidak najisnya kucing karena dia seringa berada di sekitar kita.
4.    Disyariatkannya mengunjungi kaum muslimin yang sakit, bahkan Nabi  menjadikan itu sebagai hak seorang muslim dari muslim lainnya.
5.    Larangan menyayangi dan berloyal kepada orang-orang kafir tidak mengharuskan kita tidak boleh bergaul dan berbaur dengan mereka. Di sini Nabi -alaihishshalatu wassalam- tidak mengingkari berkumpulnya sebagian kaum muslimin dengan orang-orang musyrikin.
6.    Sikap pemaaf Nabi -alaihishshalatu wassalam- kepada orang-orang yang jahil.
7.    Semangat beliau -alaihishshalatu wassalam- dalam berdakwah, dimana walaupun beliau dalam rangka menjenguk orang sakit, akan tetapi beliau sempatkan untuk mendakwahi mereka.
8.    Makna ucapan Nabi Isa -alaihishshalatu wassalam- dalam Al-Qur`an, “Dia menjadikan aku berberkah dimanapun aku berada.”Para ulama menafsirkan makna berkah, “Yakni Dia menjadikan aku sebagai pengajar kebaikan dimanapun aku berada.”
9.    Bolehnya membacakan Al-Qur`an kepada orang kafir, maka berdasarkan hal ini dibolehkan juga meruqyah orang kafir.